BAHASA
INDONESIA 2
(
ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN ILMIAH )
NAMA : VENY RINDI. K
KELAS
: 3EA21
NPM : 19213107
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS
EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN
DOSEN
: RAFIQA. M
ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN
ILMIAH
A.
Menulis
Sebagai Proses Penalaran
Menulis
merupakan suatu pengungkapan pikiran yang dituangkan ke dalam bentuk sebuah
tulisan. Ide yang dituangkan oleh si penulis dapat berasal dari pengalaman dan
pengetahuan atau pun imajinasi dari si penulis.
Menulis
merupakan proses bernalar. Dimana pada saat kita ingin menulis sesuatu tulisan
baik itu dalam bentuk karangan atau pun yang lainnya, maka kita harus mencari
topiknya terlebih dahulu. Dan dalam mencari suatau topik tersebut kita harus
berfikir, maka pada saat kita berfikir tanpa kita sadari kita sendiri telah
melakukan proses penalaran. maka pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan
sedikit mengenai menulis merupakan prosae bernalar.
Setiap
hari kita selalu menggunakan otak kita untuk berfikir, bahkan setiap detik dan
menit kita menggunakan otak kita untuk berfikir. Pada saat kita berpikir, maka
dalam benak kita akan akan timbul bermacam-macam gambaran tentang sesuatu yang
hadirnya tidak secara nyata. misalnya pada saat-saat kita melamun. Kegiatan
berpikir yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang
saling berhubungan, dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis
kegiatan berpikir vang terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar.
Berdasarkan
uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa proses bernalar atau
singkatnya penalaran merupakan proses berpikir yang sistematik untuk memperolch
kesimpulan berupa pengetahuan.
B.
Penalaran
Induktif Dan Deduktif
· Penalaran Induktif
Penalaran
induktif adalah proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau
sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus,
prosesnya disebut induksi.
Penalaran
induktif mungkin merupakan generalisasi, analogi, atau hubungan sebab akibat.
Generalisasi adalah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas sejumlah
gejala dengan sifat-sifat tertentu mengenai sernua atau sebagian dari gejala
serupa itu. Di dalam analogi kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala ditarik
berdasarkan pengamatan terhadap sejurnlah gejala khusus yang bersamaan.
Hubungan sebab akibat ialah hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang
mengikuti pola sebab akibat, akibat-sebab, dan akibat-akibat,
Contoh:
1. Suatu
lembaga kanker di Amerika melakukan studi tentang hubungan antara kebiasaan
merokok dengan kematian. Antara tanggal 1Januari dan 31 Mei 1952 terdaftar
187.783 laki-laki yang berumur antara 50 sampai 69 tahun. Kepada mereka
dikemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang kebiasaan merokok mereka pada masa
lalu dan masa sekarang. Selanjutnya keadaan mereka diikuti terus-menerus selama
44 bulan. Berdasarkan surat kematian dan keterangan medis tentang penyebab kematiannya,
diperoleh data bahwa di antara 11.870 kematian yang dilaporkan 2.249 disebabkan
kanker. Dari seluruh jumlah kematian yang terjadi (baik pada yang merokok
maupun yang tidak) ternyata angka kematian di kalangan pengisap rokok tetap
jauh lebih tinggi daripada yang tidak pernah merokok, sedangkan jumlah kematian
pengisap pipa dan cerutu tidak banyak berbeda dengan jumlah kernatian yang
tidak pernah merokok.
Selanjutnya, dari data
yang terkumpul itu terlihat adanya korelasi positif antara angka kematian dan
jumlah rokok yang diisap setiap hari
.............................................................
Dari bukti-bukti yang
terkumpul dapatlah dikemukakan bahwa asap tembakau memberikan pengaruh yang
buruk dan memperpendek umur manusia. Cara yang paling sederhana untuk
menghindari kemungkinan itu ialah dengan tidak merokok sama sekali.
(Disarikan dari tulisan
Roger W. Holmes dalam Me Crimmon).
Contoh
di atas memaparkan hubungan sebab akibat antara merokok dan kematian. Dari
paparan itu dapat dilihat bagaimana proses bernalar itu terjadi. Mula-mula
mereka mengurnpulkan data dari sejumlah orang laki-laki. Mereka itu dikelompokkan
menurut kebiasaan merokoknya, mulai dari yang tidak pernah merokok sampai pada
perokok berat. Selanjutnya perokok itu juga dibedakan antara yang menghisap
rokok putih (sigaret) dan yang menghisap cerutu dan pipa. Dalam waktu yang
cukup panjang mereka diarnati. Kematian dan penyebabnya dicatat dan dianalisis.
Dari bukti-bukti yang terkumpul ditariklah kesimpulan-kesimpulan sehubungan
dengan rnasalahnya.
Secara ringkas paparan
di atas menggambarkan proses penalaran induktif. Proses itu dilakukan langkah
demi langkah sehingga sampai pada kesimpulan.
· Penalaran Deduktif
Deduksi
dimulai dengan suatu premis yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan.
Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu. Artinya apa yang
dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada didalam pernyataan
itu.
Jadi
sebenarnya proses deduksi tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru,
melainkan pernvataan
kesimpulan yang konsisten dengan pernyataan dasarnya. Sebagai contoh,
kesimpulan-kesimpulan berikut sebenarnya adalah implikasi permintaan “Bujur
sangkar adalah segi empat yang sama sisi”.
1) Suatu
segi empat yang sisi-sisi horisontalnya tidak sama panjang dengan sisi tegak
lurusnya bukan bujur sangkar.
2) Semua
bujur sangkar harus merupakan segi empat, tetapi tidak semua segi empat
merupakan bujur sangkar.
3) Jurnlah
sudut dalam bujur sangkar ialah 360 derajat.
4) Jika
scbuah bujur sangkar dibagi dua dengan garis diagonal akan terjadi dua segi
tiga sama kaki.
5) Segi
tiga yang terbentuk itu merupakan segi tiga siku-siku.
6) Setiap
segi tiga itu mempunyai dua sudut lancip yang besarnya 45 derajat.
7) Jumlah
sudut dalam segi tiga itu 180 derajat.
Setiap
pernyataan yang tercantum itu merupakan cara lain untuk mengungkapkan
pernyataan di atasnya
secara konsisten. Pernyataan (2) merupakan implikasi pernyataan (1), pernyataan
(3) merupakan implikasi pernyataan (2), dan seterusnya. Di sinilah letak
perbedaannya dengan penalaran induktif. Dalam penalaran induktif kesimpulan
bukan merupakan implikasi data yang diamati; artinya, kesimpulan mengenai
fakta-fakta yang diamati tidak tersirat di dalam fakta itu sendiri. Dalam
praktek, proses penulisan tidak dapat dipisahkan dari proses
pemikiran/penalaran. Tulisan adalah perwujudan hasil pemikiran/penalaran.
Tulisan yang kacau mencerminkan pemikiran yang kacau. Karena itu, latihan
keterampilan menulis pada hakikatnva adalah pembiasaan berpikir/bernalar secara
tertib dalarn bahasa yang tertib pula.
C.
Isi
Karangan
Pada
dasarnya isi karangan secara umum dapat dibagi atas tiga bagian, yaitu(1)
pendahuluan, (2) isi/uraian, (3) penutup. Sebenarnya, pembabakan tersebut hanya
cocok untuk karangan nonilmiah (nonkaril). Adapun sistematika karangan ilmiah
yang ideal adalah (1) pendahuluan, (2) teori, (3) data, (4) analisis, (5) kesimpulan
dan saran (kalau ada).
Dari
uraian di atas tampak bahwa faktor terpenting yang membedakan karil dan
nonkaril adalah ada atau tidaknya analisis. Analisis adalah kegiatan menghitung
(menambah, mengurangi, membagi), menimbang-nimbang, membandingkan antara teori
dan praktik serta mengkaji satu atau beberapa aspek berdasarkan satu atau berbagai
sudut pandang. Muara dari kegiatan menganalisis adalah menarik simpulan, yaitu
memberi penilaian yang objektif tentang maju mundur, untung rugi, berhasil
tidak berhasil, baik buruk, atau gabungan hal tersebut yang didasari oleh argumentasi
yang tepat dan ukuran yang akurat. Bila menganalisis sesuatu yang merupakan
kelemahan, dalam bagian itu pula sekaligus diberikan saran perbaikan beserta
alasan mengapa menyarankan seperti itu (Finoza, 1994: 78).
Dari
kelima bagian isi karil, porsi yang terbesar adalah bagian analisis. Bagian analisis
merupakan tempat pengarang/penulis berimprovisasi mengolah kata dan kalimat
membedah materi sesuai dengan selera dan pandangannya untuk mencapai tujuan
yang diinginkan.
Dengan
membaca bagian analisis inilah pembaca dapat melihat sikap kritis dan ketajaman
nalar seorang penulis. Setiap penulis karil perlu menyadari bahwa bagian
analisis dari karangannya itulah yang orisinal merupakan karya ciptanya yang
murni. Adapun menulis teori dan data sebenarnya tidak lebih dari kegiatan
mengutip atau memindahkan teori dan data itu dari sumbernya ke dalam karangan,
walaupun harus diakui bahwa menyusunnya menjadi bagian yang terintegrasi ke
dalam suatu karangan tetap merupakan jasa penulisnya.
D.
Fakta
Sebagai Unsur Dasar Penalaran Karangan
Penalaran
memerlukan fakta sebagai unsur dasarnya, karena itu agar dapat menalar dengan
tepat perlu kita miliki pengetahuan tentang fakta yang berkaitan. Jumlah fakta
tidak terbatas dan sifatnya beragam. Fakta saling berkaitan baik secara
fungsional maupun dalam hubungan sebab-akibat. Kita dapat menggolongkan
sejumlah fakta ke dalam bagian-bagian dengan jumlah anggota yang sama
banyaknya, Proses seperti itu disebut pembagian. Berikut proses pembagian :
1. Klasifikasi ;
membuat klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukan fakta-fakta ke
dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Dengan klasifikasi maka
fakta dapat ditempatkan di dalam suatu sistem kelas sehingga dapat dikenali
hubungannya secara horizontal dan vertikal ke samping serta ke atas dan ke
bawah. Suatu klasifikasi dapat dikatakan berhenti apabila sudah sampai kepada
individu yang tidak dapat diklasifikasikan lebih lanjut meskipun dapat
dimasukkan kedalam suatu jenis individu.
Contoh : “Dani adalah
manusia” , tetapi tidak “Manusia adalah Dani” karena Dani adalah individu dan
bersifat unik. Klasifikasi atau pengelompokan berbeda dengan pembagian.
Pembagian lebih bersifat kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri penentu.
Misalnya, seratus orang mahasiswa dibagi menjadi lima kelompok yang terdiri
dari dua puluh orang. Ini merupakan pembagian. Tetapi jika pembagian itu
didasarkan atas tinggi badan atau fakultasnya, maka pembagian itu merupakan
klasifikasi, yaitu berdasarkan tinggi badan atau fakultas.
2. Analogi ;
merupakan suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran
suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang meiliki
sifat-sifat penting.
3. Hubungan Sebab-Akibat
; penalaran dari sebab ke akibat dimulai dengan pengamatan sebab yang sudah
diketahui. Lalu kemudian ditarik kesimpulan mengenai akibat yang ditimbulkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Finoza, Lamuddin, 1994., Aneka Surat Statuta,
Laporan, dan Notula, Jakarta:
Mawar
Gempita.