Jumat, 20 November 2015

Perilaku Konsumen (Pembahasan Bab 6-10)

PERILAKU KONSUMEN
( PEMBAHASAN BAB 6-10 )





NAMA     : VENY RINDI. K
KELAS    : 3EA21
NPM         : 19213107





UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN

DOSEN : JHON HENDRI



Daftar Isi            
KATA PENGANTAR ........................................................................................  i
DAFTAR ISI ........................................................................................................  ii                                                                                                                                                                                                    
BAB VI SUMBER DAYA KONSUMEN & PENGETAHUAN.................... 1           
1.      Sumberdaya Ekonomi................................................................................. 1
2.      Sumberdaya Sementara .............................................................................  1
3.      Sumberdaya Kognitif ................................................................................  1
4.      Kandungan Pengetahuan ...........................................................................  2
5.      Oganisasi Pengetahuan ..............................................................................  2
6.      Mengukur Pengetahuan.............................................................................. 2
BAB VII SIKAP MOTIVASI DAN KONSEP DIRI........................................ 4  
1.      Komponen sikap ........................................................................................  4
2.      Sifat-sifat sikap ..........................................................................................  4
3.      Penggunaan Multiatribute Attitude Model untuk memaham
sikap konsumen........................................................................................... 5 
4.      Pentingnya feeling dalam memamahami sikap konsumen .........................  5
5.      Penggunaan sikap dan maksud untuk memperkirakan perilaku
konsumen.................................................................................................... 7
6.      Dinamika proses motivasi ..........................................................................  8
7.      Kegunaan dan stabilitas pola motivasi .......................................................  8
8.      Memahami kebutuhan konsumen ..............................................................  9
BAB VIII KEPRIBADIAN, NILAI DAN GAYA HIDUP .............................  11
1.      Kepribadian ...............................................................................................  11
2.      Nilai-Nilai Individu ...................................................................................  12
3.      Konsep Gaya Hidup dan Pengukurannya.................................................. 13
4.      Pengukuran ganda Perilaku Individu ........................................................  14
5.      Diagnosa Perilaku Konsumen ....................................................................  15


BAB IX MEMPENGARUHI SIKAP DAN PERILAKU................................ 16
1.      Dari Bujukan Hingga Komunikasi.............................................................. 16
2.      Teknik Modifikasi Perilaku ........................................................................  16
BAB X PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP PEMBELIAN DAN KONSUMENSI             18
1.      Pengertian Kebudayaan .............................................................................  18
2.      Dimanakah Seseorang Menemukan Nilai-Nilai Yang Dianutnya? ............  18
3.      Pengaruh Kebudayaan terhadap perilaku konsumen.................................. 19
4.      Struktur Konsumensi .................................................................................  19
5.      Dampak Nilai-Nilai Inti Terhadap Pemasar ...............................................  20
6.      Perubahan Nilai ..........................................................................................  20
7.      Perubahan Institusi ....................................................................................  21
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................  25


 BAB VI
SUMBER DAYA KONSUMEN DAN PENGETAHUAN
1.   Sumber Daya Ekonomi
Sumber Daya Ekonomi adalah Alat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia,wujudnya berupa barang atau jasa. Sumber daya ekonomi dibagi menjadi 4 macam:
1)      Sumber Daya Alam adalah segala sesuatu yang disediakan oleh alam. Cara Pemanfaatannya :  Melestarikannya dan mengelola dengan sebaik dan sebenar mungkin. Contoh : angin,air,tumbuhan Dsb.
2)      Sumber Daya Manusia adalah segala kegiatan manusia baik fisik maupun rohani yang ditunjukkan untuk kegiatan produksi. Cara Pemanfaatannya : Adanya pembagian tugas dan kesehariannya. Contoh : Dokter,nelayan,petani,direktur Dsb.
3)      Sumber Daya Kewirausahaan adalah Semangat, sikap, dan perilaku seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan ekonomi sehingga bisa menghasilkan keutungan.
4)      Sumber Daya Modal adalah Sumber Daya yang dibuat oleh manusia baik berupa uang maupun barang dan digunakan untuk membantu kegiatan produksi. Contoh : Bahan baku, loyang, mixer, tanah untuk pertanian, dll.

2.   Sumber Daya Sementara
Sumber daya sementara adalah sumber daya yang bersifat sementara. Dengan memahami perilaku konsumen akan keterbatasan sumber waktu dan uang.

3.   Sumber Daya Kognitif
Pengertian sumber daya kognitif adalah kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan.



4.   Kandungan Pengetahuan
Pengetahuan produk meliputi :
1)   Kesadaran mengenai katagori dan merek produk
2)   Terminologi produk
3)   Atribut atau ciri produk
4)   Kepercayaan tentang katagori produk secara umum dan mengenai merek spesifik.

5.   Organisasi pengetahuan
Pengetahuan Konsumen akan Mempengaruhi Keputusan Pembelian. Apa yang dibeli, berapa banyak yang dibeli, dimana membeli dan kapan membeli akan tergantung kepada pengetahuan konsumen mengenai hal-hal tersebut. Pengetahuan Konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk, serta pengetahuan lainnya yang terkait dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen.

6.   Mengukur Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang cukup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu: (Notoadmodjo, 2003)
1)   Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu ”tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rencah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis) 
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Syntesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui mengenai hal atau sesuatu pengetahuan dapat mewngetahui perilaku seseorang (Sarwono, 2005).
Pengetahuan adalah merupakan  hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
BAB VII
SIKAP, MOTIVASI dan KONSEP DIRI
1.   Komponen Sikap
Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) yaitu : 
1)   Kognitif (cognitive) : Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu.
2)   Afektif (affective) : Menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu.
3)   Konatif (conative) : Komponen konatif atau komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi.

2.   Sifat-Sifat Sikap
Definisi sikap konsumen terhadap merek adalah mempelajari kecenderungan konsumen untuk mengevaluasi merek baik disenangi atau tidak disenangi secara konsisten. Dengan demikian, konsumen mengevaluasi merek tertentu secara keseluruhan dari yang paling jelek sampai yang paling baik. Sikap memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
1) Arah
2) Intensitas 
3) Keluasan 
4) Konsistensi dan spontanitas (Assael, 1984 dan Hawkins dkk, 1986)
Karakteristik dan arah menunjukkan bahwa sikap dapat mengarah pada persetujuan atau tidaknya individu, mendukung atau menolak terhadap objek sikap. Karakteristik intensitas menunjukkan bahwa sikap memiliki derajat kekuatan yang pada setiap individu bisa berbeda tingkatannya. Karakteristik keluasan sikap menunjuk pada cakupan luas mana kesiapan individu dalam merespon atau menyatakan sikapnya secara spontan. Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek. 

3.   Penggunaan Miltriatribute Attitude Model Untuk Memahami Sikap Konsumen
1. The attribute-toward object model
Digunakan khususnya menilai sikap konsumen terhadap satu kategori produk atau merk spesifik. Hal ini untuk menilai fungsi kehadiran dan evaluasi terhadap sesuatu.Pembentukan sikap konsumen yang dimunculkan karena telah merasakan sebuah objek. Hal ini mempengaruhi pembentukan sikap selanjutnya.
2. The attitude-toward-behavior model
Lebih digunakan untuk menilai tanggapan konsumen melalui tingkah laku daripada sikap terhadap objek. Pembentukan sikap konsumen akan ditunjukan berupa tingkah laku konsumen yang berupa pembelian ditempat itu
3. Theory of-reasoned-action model
Menurut teori ini pengukuran sikap yang tepat seharusnya didasarkan pada tindakan pembelian atau penggunaan merk produk bukan pada merek itu sendiri tindakan pembelian dan mengkonsumsi produk pada akhirnya akan menentukan tingkat kepuasan. 

4.   Pentingnya Feeling Dalam Memahami Sikap Konsumen
Seseorang tidak dilahirkan dengan sikap dan pandangannya, melainkan sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya. Dimana dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya (Azwar, 1995).Loudon dan Bitta (1984) menulis bahwa sumber pembentuk sikap ada empat, yakni pengalaman pribadi, interaksi dengan orang lain atau kelompok , pengaruh media massa dan pengaruh dari figur yang dianggap penting. Swastha dan Handoko (1982) menambahkan bahwa tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan tingkat pendidikan ikut mempengaruhi pembentukan sikap. Dari beberapa pendapat di atas, Azwar (1995) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.
1)   Pengalaman pribadi
Middlebrook (dalam Azwar, 1995) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, karena penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama membekas.
2)   Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu pada umumnya cenderung memiliki sifat yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting yang didorong oleh keinginan untuk berfaliasi dan keinginan untuk menghindari konflik.
3)   Pengaruh kebudayaan
Burrhus Frederic Skin, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 1995). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaanlah yang menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.
4)   Media Massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. 
5)   Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.
6)   Faktor emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran prustrasi atau pengalihan bentuk mekamisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu prustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

5.   Penggunaan Sikap Dan Maksud Untuk Memperkirakan Perilaku Konsumen
Werner dan Pefleur (Azwar, 1995) mengemukakan 3 postulat guna mengidentifikasikan tiga pandangan mengenai hubungan sikap dan perilaku, yaitu postulat of consistency, postulat of independent variation, dan postulate of contigent consistency. Berikut ini penjelasan tentang ketiga postulat tersebut :
1). Postulat Konsistensi: mengatakan bahwa sikap verbal memberi petunjuk yang cukup akurat untuk memprediksikan apa yang akan dilakukan seseorang bila dihadapkan pada suatu objek sikap. Jadi postulat ini mengasumikan adanya hubungan langsung antara sikap danperilaku.
2) Postulat Variasi Independen : Postulat ini mengatakan bahwa mengetahui sikap tidak berarti dapat memprediksi perilaku karena sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri individu yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. 
3) Postulat Konsistensi Kontigensi : menyatakan bahwa hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu. Norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok dan lain sebagainya, merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Oleh karena itu, sejauh mana prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap akan berbeda dari waktu ke waktu dan dari satu situasikesituasilainnya. Postulat yang terakhir ini lebih masuk akal dalam menjelaskan hubungan sikap dan perilaku.

6.   Dinamika Proses Motivasi
Proses motivasi : 
1)   Tujuan
Perusahaan harus bias menentukan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai, baru kemudian konsumen dimotivasi ke arah itu.
2)      Mengetahui kepentingan
Perusahaan harus bisa mengetahui keinginan konsumen tidak hanya dilihat dari kepentingan perusahaan semata 
3)      Komunikasi efektif
Melakukan komunikasi dengan baik terhadap konsumen agar konsumen dapat mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan apa yang bisa mereka dapatkan. 
4)      Integrasi tujuan
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan dan tujuan kepentingan konsumen. Tujuan perusahaan adalah untuk mencari laba serta perluasan pasar. Tujuan individu konasumen adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan.kedua kepentingan di atas harus disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi. 
5)      Fasilitas Perusahaan
Memberikan fasilitas agar konsumen mudah mendapatkan barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.

7.   Kegunaan Dan Stabilitas Pola Motivasi
Motivasi menurut American Encyclopedia adalah kecenderungan (suatu sifat yang merupakan pokok pertentangan) dalam diri sesoerang yang membangkitkan topangan dan tindakan. Motivasi meliputi factor kebutuhan biologis dan emosional yang hanya dapat diduga dari pengamatan tingkah laku manusia. Dengan demikian motivasi dapat diartikan sebagai pemberi daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar mereka mau bekerjasama,bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upayanya untuk mencapai kepuasan.motivasi konsumen adalah keadaan di dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan. 
Dengan adanya motivasi pada diri seseorang akan menunjukkan suatu perilaku yang diarahkan pada suatu tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan. Jadi motivasi adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang diinginkan. Motivasi konsumen yang dilakukan oleh produsen sangat erat sekali berhubungan dengan kepuasan konsumen. Untuk itu perusahaan selalu berusaha untuk membangun kepuasan konsumen dengan berbagai kebutuhan dan tujuan dalam konteks perilaku konsumen mempunyai peranan penting karena motivasi timbul karena adanya kebutuhan yang belum terpenuhi dan tujuan yang ingin dicapai.kebutuhan menunjukkan kekurangan yang dialami seseorang pada suatu waktu tertentu. Kebutuhan dipandang sebagai penggerak atau pembangkit perilaku. Artinya jika kebutuhan akibat kekurangan itu muncul, maka individu lebih peka terhadap usaha motivasi para konsumen. 

8.   Memahami Kebutuhan Konsumen
Kebutuhan konsumen dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Fisiologis. Dasar-dasar kelangsungan hidup, termasuk rasa lapar, haus dan kebutuhan hidup lainnya.
2) Keamanan. Berkenaan dengan kelangsungan hidup fisik dan keamanan 
3) Afiliasi dan pemilikan Kebutuhan untuk diterima oleh orang lain, menjadi orang penting bagi mereka. 
4) Prestasi Keinginan dasar akan keberhasilan dalam memenuhi tujuan pribadi 
5) Kekuasaaan Keinginan untuk emndapat kendali atas nasib sendiri dan juga nasib orang lain 
6) Ekspresi diri Kebutuhan mengembangkan kebebasan dalam ekspresi diri dipandang penting oleh orang lain. 
7) Urutan dan pengertian Keinginan untuk mencapai aktualisasi diri melalui pengetahuan, pengertian, sistematisasi dan pembangunan system lain. 
8) Pencarian variasi Pemeliharaan tingkat kegairahan fisiologis dan stimulasi yang dipilih kerap diekspresikan sebagai pencarian variasi 
9) Atribusi sebab-akibat Estimasi atau atribusi sebab-akibat dari kejadian dan tindakan




























BAB VIII
KEPRIBADIAN, NILAI, dan GAYA HIDUP
1.   Kepribadian
Kepribadian memiliki pengertian yang luas, kepribadian bukan hanya mencakup sifat-sifat yang positif, sifat-sifat yang menarik ataupun segala sesuatu yang nampak secara lahiriah, ettapi juga meliputi dinamika individu tersebut. Kepribadian adalah organisasi yang dinamis dari sistem psikofisis individu yang menentukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya secara unik.Kepribadian bisa dijelaskan dengan menggunakan ciri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, ketaatan, kemampuan bersosialisasi, daya tahan dan kemampuan beradaptasi Dalam batasan kepribadian yang dikemukakan di atas ada 4 hal yang perlu diuraikan yakni :
1) dinamis, berarti kepribadian selalu berubah. Perubahan ini digerakkan oleh tenaga-tenaga dari dalam diri individu yang ebrsangkutan, akan tetapi perubahan tersebut tetap berada dalam batas-batas bentuk polanya.
2) organisasi system, ini mengandung pengertian bahwa kepribadian itu merupakan suatu keseluruhan yang bulat.
3) psikofisis, ini berarti tidak hanya bersifat fisik dan juga tidak hanya bersifat psikis tetapi merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut.
4) unik, berarti kepribadian antara individu yang satu dengan yang lain tidak ada yang sama.
Kepribadian memiliki banyak segi dan salah satunya adalah self atau diri pribadi atau citra pribadi. Mungkin saja konsep diri actual individu tersebut (bagaimana dia memandang dirinya) berbeda dengan konsep diri idealnya (bagaimana ia ingin memandang dirinya) dan konsep diri orang lain (bagaimana dia mengganggap orang lain memandang dirinya). Keputusan membeli dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup serta kepribadian dan konsep diri pembeli. Dimensi kepribadian :
1) Ekstraversi
suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang senang bergaul dan banyak bicara dan tegas.

2) Sifat menyenangkan
suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang baik hati, kooperatif dan mempercayai.
3) Sifat mendengarkan kata hati
suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang bertanggung jawab, dapat diandalkan, tekun dan berorientasi prestasi.
4) Kemantapan emosional
suatu dimensi kepribadian yang mencirikan seseorang yang tenang, bergairah,terjamin (positif), lawan tegang, gelisah,murung dan tak kokoh (negative).
5) Keterbukaan terhadap pengalaman
suatu dimensi kepribadian yang emncirikan seseorang yang imajinatif, secara artistic peka dan intelektual.

2.   Nilai-Nilai Individu
Dilihat dari kepribadian, perilaku konsumen mempunyai nilai-nilai individu sebagai   berikut:
1) Id itu untuk mengusahakan segera tersalurkannya kumpulan-kumpulan energi atau    ketegangan, yang dicurahkan dalam jasad oleh rangsangan-rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar.Berfungsi sebagai menunaikan prinsip kehidupan yang asli atau yang pertama yang dinamakan prinsip kesenangan (pleasure principle).Bertujuan untuk mengurangi ketegangan. Ketegangan dirasakan sebagai penderitaan. Tujuan dari prinsip kesenangan ini dapat dikatakan terdiri dari usaha mencegah dan menemukan kesenangan.
2) Ego adalah Hubungan timbal balik antara seseorang dengan dunia memerlukan pembentukan suatu system rohaniah baru.Berlainan dengan id yang dikuasai oleh prinsip kesenangan, ego dikuasai oleh prinsip kenyataan (reality principle). Bertujuan untuk menangguhkan peredaan energi sampai benda nyata yang akan memuaskan telah diketemukan atau dihasilkan. Penangguhan suatu tindakan berarti bahwa ego harus dapat menahan ketegangan sampai ketegangan itu dapat diredakan dengan suatu bentuk kelakuan yang wajar.
3) Superego adalah suatu cabang moril atau cabang keadilan dari kepribadian.Superego lebih mewakili alam ideal daripada alam nyata. Superego terdiri dari dua anak system, ego ideal dan hati nuran. Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang hanya ‘diinginkan’, di mana ‘lebih diinginkan’ mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). ‘Lebih diinginkan’ ini memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi tahan lama dan stabil (Rokeach, 1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih mungkin berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai budaya di mana individu tersebut menetap (Danandjaja, 1985).
3.   Konsep Gaya Hidup Dan Pengukurannya
Gaya hidup adalah bagaimana seseorang menjalankan apa yang menjadi konsep dirinya yang ditentukan oleh karakteristik individu yang terbangun dan terbentuk sejak lahir dan seiring dengan berlangsungnya interaksi sosial selama mereka menjalani siklus kehidupan.
Psikografi adalah variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur gaya hidup. Bahkan sering kali istilah psikografi dan gaya hidup digunakan secara bergantian. Beberapa variabel psikografi adalah sikap, nilai, aktivitas, minat, opini, dan demografi.
Teori sosio-psikologis melihat dari variabel sosial yang merupakan determinan yang paling penting dalam pembentukan kepribadian. Teori faktor ciri, yang mengemukakan bahwa kepribadian individu terdiri dari atribut predisposisi yang pasti yang disebut ciri (trait).
Konsep gaya hidup konsumen sedikit berbeda dari kepribadian. Gaya hidup terkait dengan bagaimana seseorang hidup, bagaimana menggunakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu mereka. Kepribadian menggambarkan konsumen lebih kepada perspektif internal, yang memperlihatkan karakteristik pola berpikir, perasaan dan persepsi mereka terhadap sesuatu. Ada 3 Faktor yang mempengaruhi Gaya Hidup Konsumen :
1) Kegiatan yaitu bagaimana konsumen menghabiskan waktunya.
2) Minat yaitu tingkat keinginan atau perhatian atas pilihan yang dimiliki konsumen.
3) Pendapat atau pemikiran yaitu jawaban sebagai respon dari stimulus dimana semacam pertanyaan yang diajukan.

4.   Pengukuran Ganda Perilaku Individu
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu terhadap pengambilan keputusan konsumen :
1) sikap orang lain
2) Faktor situasi tak terduga.
Konsumen mungkin membentuk kecenderungan pembelian berdasar pada pendapatan yang diharapkan, harga, dan manfaat produk yang diharapkan. Ada 5 tahap proses pengambilan keputusan pembelian terdiri dari :
1) Pengenalan Kebutuhan
Proses pembelian bermula dari pengenalan kebutuhan (need recognition)-pembelian mengenali permasalahan atau kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan aktual dan sejumlah keadaan yang diinginkan.
2) Pencarian Informasi
Konsumen yang tergerak mungkin mencari dan mungkin pula tidak mencari informasi tambahan. Jika dorongan konsumen kuat dan produk yang memenuhi kebutuhan berada dalam jangkauannya, ia cenderung akan membelinya.
3) Pengevaluasian Alternatif
Cara konsumen memulai usaha mengevaluasi alternatif pembelian tergantung pada konsumen individual dan situasi pembelian tertentu. Dalam beberapa kasus, konsumen menggunakan kalkulasi yang cermat dan pikiran yang logis.
4) Keputusan Pembeli
Tahap pengevaluasian, konsumen menyusun peringkat merek dan membentuk kecenderuangan (niat) pembelian. Secara umum, keputusan pembelian konsumen akan membeli merek yang paling disukai, tetapi ada dua faktor yang muncul diantara kecenderungan pembelian dan keputusan pembelian.



BAB IX
MEMPENGARUHI SIKAP Dan PERILAKU
1. Dari Bujukan Hingga Komunikasi
Konsumen adalah kelompok individual (perorangan maupun rumah tangga) yang membeli dan mengkonsumsi barang atau jasa untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya atau untuk maksud lain.Keputusan pembelian konsumen untuk membeli atau tidak membeli merupakan respons perilaku atas stimulan yang diterima konsumen. Model yang mendasarkan pada arus proses perilaku konsumen ini sering dikenal sebagai model rangsangan-tanggapan (stimulus-respons model).
Stimulan yang merupakan masukan proses perilaku dibedakan atas rangsangan pemasaran dari pemasar dan rangsangan dari lingkungan konsumen itu sendiri. Sedangkan proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh faktor personal maupun sosial konsumen. Respons perilaku konsumen dapat dijadikan faktor yang dapat membentuk keputusan pembelian (yaitu pembelian selanjutnya) atau tidak melakukan pembelian (menolak produk yang ditawarkan).
Rangsangan pemasaran dari pemasar yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen yaitu seluruh kegiatan pemasaran yang meliputi bujukan hingga komunikasi mengenai produk tertentu yang ditawarkan. Para pemasar dapat melakukan kegiatan yang dapat dijadikan teknik modifikasi perilaku konsumen. Berbagai teknik modifikasi yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen adalah melalui beberapa aspek pemasaran yang meliputi aspek produk, aspek harga, dan aspek promosi.
2. Teknik Modifikasi Perilaku
Tehnik-tehnik modifikasi perilaku dalam perilaku konsumen adalah :
1) Dorongan Prompting 
Yaitu permintaan untuk melakukan suatu tindakan kepada seseorang. Barangkali setiap orang yang pernah memesan makanan di restoran fast-food pernah menjumpai dorongan. Seperti : `Anda mau mencoba Ice cream dan Cheese kami yang baru?``Anda mau pesan kentang goreng?`
2) Teknik Banyak Permintaan (Many asking)
Yaitu mengajukan beberapa permintaan kepada konsumen dengan mengawalinya dari permintaan yang kecil lalu ke permintaan yang lebih besar. Atau sebaliknya, diawali dari permintaan besar kemudian diikuti oleh permintaan lebih kecil. Contoh : Menawarkan produk yang mahal terlebih dahulu, kemudian menawarkan produk yang lebih murah
3) Prinsip Resiprositas (Respority)
Yaitu tehnik meningkatkan kepatuhan konsumen atas perimintaan pemasar dengan lebih dahulu menawarkan orang bersangkutan sejumlah hadiah atau sample produk. Contoh : Memberikan sample produk gratis, mencicipi produk, test drive dan sebagainya

4) Peran Komitmen ( Committement)
Komitmen yang dipegang secara konsisten akan meningkatkan jumlah pembelian. Komitmen yang tertulis akan dapat meningkatkan konsistensi dalam bertransaksi. Perusahaan penjualan door to door telah menemukan keajaiban komitmen tertulis. Mereka dapat mengurangi tingkat pembatalan hanya dengan meminta pelanggan mengisi formulir perjanjian penjualan (sebagai tanda jadi).

5) Pelabelan (Labelling)
Melibatkan pelekatan semacam gambaran pada seseorang, seperti `Anda Baik Hati`Label diduga menyebabkan orang memandang diri mereka dengan cara yang diisyaratkan oleh labelnya. Pelabelan dapat digunakan oleh pemasar intuk menarik hati calin konsumen, sehingga pembelian terjadiPemasar pakaian dapat mengatakan, `Anda orang tua yang penuh perhatian.` di saat menawarkan pakaian untuk anak orang tersebut.

6) Insentif (Insentif)
Insetif merupakan jaaran luas alat-alat promosi, seperti korting harga, undian, rabat, kontes, dan kupon. Insentif biasanya mewakili komponen penting dari keseluruhan strategi promosi produk. Contoh: Mainan anak pada produk makanan anak, cairan pewangi pada produk detergen dan sebagainya

BAB X
Pengaruh Kebudayaan Terhadap Pembelian dan Konsumsi
1. Pengertian kebudayaan
Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut culture. Kata tersebut sebenarnya berasal dari bahasa Latin = colere yang berarti pemeliharaan, pengolahan tanah menjadi tanah pertanian. Sedangkan kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata buddayah. Kata buddayah berasal dari kata budhi atau akal. Manusia memiliki unsur-unsur potensi budaya yaitu pikiran (cipta), rasa dan kehendak (karsa). Hasil ketiga potensi budaya itulah yang disebut kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Dimanakah Seseorang Menemukan Nilai-Nilai Yang Dianutnya ?
Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh dan berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang perjalanan hidupnya. Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-nilai mana yang benar dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai kehidupan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan berkembang. Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai cara antara lain:
Model atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk melalui observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat lingkungannya dimana dia bergaul.
Moralitas, diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda.
Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah dan sangat tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih serta mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri. Hal ini lebih sering disebabkan karena kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan atau pembinaan sehingga dapat menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi individu tersebut
Penghargaan dan Sanksi : Perlakuan yang biasa diterima seperti: mendapatkan penghargaan bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat sanksi atau hukuman bila menunjukkan perilaku yang tidak baik.
Tanggung jawab untuk memilih : adanya dorongan internal untuk menggali nilai-nilai tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu, adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.

3. Pengaruh Kebudayaan Terhadap Perilaku Konsumen
Faktor budaya merupakan suatu yang paling memiliki pengaruh paling luas pada perilaku konsumen. Pengiklan harus mengetahui peranan yang dimainkan oleh budaya, subbudaya dan kelas sosial pembeli. Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan perilaku seseorang.
Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang, terutama dalam perilaku pengambilan keputusan dan perilaku pembelian. Dalam perkembangan sejarah budaya konsumsi maka masyarakat konsumsi lahir pertama kali di Inggris pada abad 18 saat terjadinya tekhnologi produksi secara massal. Tekhnologi yang disebabkan oleh berkembangnya revolusi industri memungkinkan perusahaan-perusahaan memproduksi barang terstandarisasi dalam jumlah besar dengan harga yang relatif murah. Dengan adanya kebudayaan, perilaku konsumen mengalami perubahan. Dengan memahami beberapa bentuk budaya dari masyarakat, dapat membantu pemasar dalam memprediksi penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Pengaruh budaya dapat mempengaruhi masyarakat secara tidak sadar. Pengaruh budaya sangat alami dan otomatis sehingga pengaruhnya terhadap perilaku sering diterima begitu saja.

4. Struktur Konsumsi
Dari bahasa belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda baik berupa barang maupu jasa untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Konsumen adalah setiap orang pemakai  barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut  pengecer atau distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen. Secara matematis struktur konsumsi yaitu menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan antara ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga (permintaan).

5. Dampak Nilai-Nilai Inti Terhadap Pemasar
1. Kebutuhan : Konsep dasar yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia adalah pernyataan dari rasa kahilangan, dan manusia mempunyai banyak kebutuhan yang kompleks. Kebutuhan manusia yang kompleks tersebut karena ukan hanya fisik (makanan, pakaian, perumahan dll), tetapi juga rasa aman, aktualisasi diri, sosialisasi, penghargaan, kepemilikan. Semua kebutuhan berasal dari masyarakat konsumen, bila tidak puas consumen akan mencari produk atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut.
2. Keinginan : Bentuk kebutuhan manusia yang dihasilkan oleh budaya dan kepribadian individual dinamakan keinginan. Keinginan digambarkan dalam bentuk obyek yang akan memuaskan kebutuhan mereka atau keinginan adalah hasrat akan penawar kebutuhan yang spesifik. Masyarakat yang semakin berkembang, keinginannya juga semakin luas, tetapi ada keterbatasan dana, waktu, tenaga dan ruang, sehingga dibutuhkan perusahaan yang bisa memuaskan keinginan sekaligus memenuhi kebutuhan manusia dengan menenbus keterbatasan tersebut, paling tidak meminimalisasi keterbatasan sumber daya. Contoh : manusia butuh makan, tetapi keinginan untuk memuaskan lapar tersebut terhgantung dari budayanya dan lingkungan tumbuhnya.
3. Permintaan : Dengan keinginan dan kebutuhan serta keterbatasan sumber daya tersebut, akhirnya manusia menciptakan permintaan akan produk atau jasa dengan manfaat yang paling memuaskan. Sehingga muncullah istilah permintaan, yaitu keinginan menusia akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya.

6. Perubahan Nilai
Budaya juga perlu mengalami perubahan nilai. Ada beberapa aspek dari perlunya perluasan perubahan budaya yaitu :
1. Budaya merupakan konsep yang meliputi banyak hal atau luas. Hal tersebut termasuk segala sesuatu dari pengaruh proses pemikiran individu dan perilakunya. Ketika budaya tidak menentukan sifat dasar dari frekuensi pada dorongan biologis seperti lapar, hal tersebut berpengaruh jika waktu dan cara dari dorongan ini akan memberi kepuasan.
2. Budaya adalah hal yang diperoleh. Namun tidak memaksudkan mewarisi respon dan kecenderungan. Bagaimanapun juga, bermula dari perilaku manusia tersebut.
3. Kerumitan dari masyarakat modern yang merupakan kebenaran budaya yang jarang memberikan ketentuan yang terperinci atas perilaku yang tepat.

7. Teori Perubahan Institusi 
Perubahan dapat terjadi pada setiap level. Tidak ada lembaga yang bersifat permanen. Ia akan selalu berubah menuju tatanan kelembagaan (institutional arrangement) yang lebih efisien. Banyak teori yang menjelaskan mengenai perubahan kelembagaan. Dari sejumlah teori yang ada, Schlueter dan Hanisch (1999) mengklasifikasi teori perubahan kelembagaan dalam tiga kelompok, yaitu: berdasarkan efisiensi ekonomi; berdasarkan teori distribusi konflik (distributional conflict theory); dan berdasarkan teori kebijakan publik. 
Teori perubahan kelembagaan berbasiskan efisiensi ekonomi memiliki tiga arus pemikiran utama. Arus pemikiran pertama disampaikan oleh Prof. Friedrich Hayek, ekonom terkemuka Austria dan pendukung utama ekonomi neo klasik. Menurut Hayek, perubahan kelembagaan bersifat spontan, tidak disengaja, namun merupakan hasil dari tindakan yang disengaja (Hayek, 1968). Artinya bahwa seseorang atau sekelompok masyarakat tidak akan membuat sebuah lembaga/aturan bila tidak ada dorongan yang menuntut aturan tersebut harus ada. Yang dimaksud Hayek, “perubahan kelembagaan bersifat spontan” adalah bahwa lahirnya dorongan untuk menciptakan atau merubah kelembagaan bersifat spontan (unintenationally). Sedangkan aktifitas membuat atau mewujudkan kelembagaannya bersifat disengaja (intentional). Sebagai contoh, pembuatan perda tentang pengelolaan sumberdaya air tanah merupakan tindakan yang disengaja, tapi lahirnya kebutuhan adanya perda tersebut bersifat spontan sebagai respons terhadap situasi yang berkembang. 
Cabang kedua tentang teori perubahan kelembagaan mengatakan bahwa sebuah lembaga/aturan berubah karena adanya upaya melindungi hak-hak kepemilikan (property rights). Artinya, seseorang atau anggota masyarakat terdorong membuat sebuah aturan tujuan utamanya adalah untuk melindungi hak-hak kepemilikan dari gangguan yang datang dari luar. Adanya land tenure system (sistem kepemilikan lahan) dalam masyarakat adat bertujuan agar hak-hak lahan terdistribusi di antara anggota masyarakat adat tersebut dan mereka memiliki kepastiang mengenai hal tersebut. Pemikiran ini disampaikan antara lain oleh Posner (1992). 
Pemikiran ketiga perubahan ekonomi kelembagaan berdasarkan atas efisiensi ekonomi antara lain disampaikan oleh Oliver Williamson, Professor Ekonomi dan Hukum. Menurutnya, lembaga/aturan akan terus berubah/bergerak dinamis sebagai upaya meminimumkan biaya transaksi (transaction cost) (Williamson, 2000). Perubahan biaya informasi, penegakan hukum, perubahan harga, teknologi dll mempengaruhi insentif/motivasi seseorang dalam berinteraksi dengan pihak lain. Hal ini akan berpengaruh pada perubahan kelembagaan (North, 1990). Perubahan harga relatif faktor produksi akan mendorong pihak yang terlibat dalam transaksi melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan baru. Perubahan kesepakatan atau kontraktual akan sangat sulit tanpa perubahan aturan main. Oleh karena itu, North menegaskan, perubahan harga membawa pada perubahan aturan main.
Selain itu, kelembagaan juga tidak resisten terhadap perubahan selera atau kesukaan anggota masyarakat/aktor-aktor yang terlibat dalam sebuah komunitas. Perubahan tersebut, sebagaimana diyakini North (1990), akan mengancam existensi kelemabagaan yang ada. Jika para aktor mersakan bahwa kelembagaan yang berlaku sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan atau kondisi lingkungan yang ada, maka ia akan berusaha melakukan perubahan kelembagaan agar lebih akomodatif terhadap lingkungan yang baru. Kehilangan nilai budaya, norma, tradisi dll dari sebuah komunitas merupakan contoh perubahan kelembagaan karena adanya perubahan kondisi lingkungan, baik karena pengaruh eksternal sosial ekonomi komunitas tersebut maupun karena faktor internal. Sebagai contoh, permintaan pasar ikan karang yang tinggi dengan harga yang sangat bagus merupakan insentif bagi nelayan untuk menangkap ikan sebanyak mungkin. Karena itu, larangan menangkap ikan karang sebagaimana berlaku di beberapa kawasan konservasi laut dianggap oleh para nelayan sebagai faktor penghambat mencari keuntungan ekonomi. Sehingga, nelaya akan berusaha mengubah, mencabut atau mengabaikan larangan tersebut. Pencabutan atau perubahan sebagian dari aturan tersebut merupakan bentuk perubahan kelembagaan. 
Demikian juga, ketika undang-undang no. 24/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kondisi terkini sehingga tidak effektif, maka pemerintah mengupayakan perubahan atas undang-undang tersebut yang drafnya kini sedang dibahas. Pada saat undang-udang tentang tata ruang dirasa sudah tidak sesuai lagi maka pemerintah akan berupaya menggantinya dengan undang-undang baru yang bisa lebih baik. Perubahan kelembagaan akan terus berlangsung untuk meminimumkan biaya transaksi. 
Teori kedua yang menjelaskan perubahan kelembagaan adalah distributional conflic theory. Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa setiap aktor dalam sebuah arena (komunitas) memiliki perbedaan kepentingan dan kekuatan. Perbedaan kepentingan ini merupakan sumber konflik. Setiap aktor yang terlibat konflik akan berusaha mencari solusi atas konflik tersebut dengan memanfaatkan keuatan (power) yang ia miliki dengan jalan mengubah aturan main yang berlaku. Aktor yang dapat mengendalikan power atau memiliki power lebih baik, misalnya karena menguasai informasi, akses politik, modal, dll, akan mengendalikan proses perubahan tersebut agar berpihak pada kepentingannya (Knight, 1992). Perubahan kelembagaan tersebut bukan untuk memuaskan semua pihak atau untuk mencapai kepentingan kolektif melainkan untuk kepentingan mereka yang punya kekuatan. Proses perubahan tersebut bisa disengaja atau bisa pula sebagai konsekuensi dari stratrgi mencari keuntungan dari aktor-aktor yang bermain. Oleh karena itu, sering ditemukannya tarik menarik dalam proses pembuatan undang-undang karena adanya perbedaan kepentingan dari setiap aktor yang bermain. Mereka tidak peduli apakah kelembagaan baru tersebut akan lebih efisien atau tidak. Yang penting, bagaimana agar aturan main yang baru tersebut dapat menguntungkan kelompoknya (Knight, 1992). 
Mengenai power, Knight (1992) mendefinisikannya sebagai kekuatan untuk mempengaruhi orang lain agar bertindak sesuai dengan kepentingannya. Jika “A” lebih powerful dari pada “B”, maka “A” akan mampu memaksa “B” mengadopsi aturan main yang ide utamanya berasal dari “A” atau dibuat oleh “A”. Dalam hal ini, pada awalnya “A” tidak memikirkan kepentingan “B” meskipun pada akhirnya bisa jadi aturan baru tersebut juga menguntungkan “B”. Dalam hal ini, ketaatan kelompok B atas kelembagaan baru bukan karena mereka setuju dengan isinya, atau menguntungkannya, melainkan karena mereka tidak mampu membuat yang lebih menguntungkan baginya. Kondisi ini, menurut Knight, akan terus berlangsung selama power resources tidak terdistribusi secara merata atau asymmetric power condition.


DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar